Updates

Membangun ekonomi Indonesia dengan Wakaf Produktif

Oleh: Ajie Arifuddin FEUI ’96 | Director of Direktorat Ekonomi Syariah ILUNI FEB UI

Berdasarkan data Juni 2018 dari OJK pangsa pasar aset perbankan syariah di Indonesia berada pada kisaran 5,7% atau sekitar 444,43 trilyun dari total perbankan nasional, angka tersebut sebenarnya sudah menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun, namun jika dibandingkan dengan persentase umat muslim di Indonesia yang di atas 80% maka angka market share perbankan syariah tersebut sangatlah kecil.
Dalam data OJK itu, juga disebutkan total dana pihak ketiga adalah sekitar 348,48 trilyun dengan jumlah rekening sebanyak 27,27 juta yang terdiri dari 57% deposito, 30% tabungan dan 13% giro. Artinya hanya ada sekitar 8,1 juta rekening tabungan bank syariah di Indonesia dari sekitar 208 juta umat Muslim di Indonesia, atau sekitar hanya 3,9% saja umat Muslim di Indonesia yang memiliki tabungan di perbankan syariah. Sedangkan total aset keuangan syariah adalah sebesar 1.204 trilyun atau sekitar 8,47% dari total aset keuangan nasional. Total aset keuangan syariah tersebut mencakup perbankan, asuransi, lembaga pembiayaan, sukuk korporasi dan negara serta reksadana syariah namun di luar kapitalisasi saham syariah. Hal yang menarik adalah ternyata aset keuangan syariah di sukuk negara adalah 612 trilyun atau sekitar 138% dari total aset perbankan syariah.

Dalam Bappenas masterplan ekonomi syariah Indonesia 2019-2024 disebutkan bahwa berdasarkan The state of the global Islamic economic report, pada tahun 2018/2019 besaran makanan dan gaya hidup halal penduduk dunia adalah usd 2,1 trilyun dan diprediksikan akan menjadi usd 3 trilyun pada tahun 2023. Hal ini terjadi karena makin meningkatnya jumlah penduduk muslim di dunia, pada tahun 2017 adalah 1,84 milyar dan akan menjadi 27,5% jumlah penduduk dunia pada tahun 2030. Ada 4 strategi utama dalam masterplan tersebut, yaitu :
1. Penguatan halal value chain
2. Penguatan Keuangan syariah
3. Penguatan usaha mikro, kecil dan menengah
4. Penguatan ekonomi digital
Dalam the global Islamic economy index, disebutkan Indonesia berada pada peringkat ke-10 sebagai produsen produk halal dunia. Walaupun eksport produk dan jasa halal Indonesia meningkat, namun karena importnya besar secara agregat kita masih memiliki current account defisit untuk produk halal.

Berdasarkan kondisi di atas, maka Indonesia dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia namun memiliki persentase akses perbankan syariah yang sangat kecil dan masih menjadi konsumen produk halal dibandingkan sebagai produsen. Positifnya adalah pemerintah ingin mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia pada masa yang akan datang dengan memiliki masterplan tsb. Dalam konteks masyarakat, apa yang sebenarnya dapat dilakukan kita semua untuk mempercepat pengembangan ekonomi syariah di Indonesia dan juga pengembangan ekonomi Indonesia secara umum ? Jika kita menggali konsep ekonomi syariah, ternyata jalannya sudah disediakan oleh Allah SWT, selama kita menjadikan aktifitas ekonomi bukanlah cara hanya untuk mendapatkan keuntungan dan harta sebanyak-banyaknya namun adalah cara untuk membantu orang lain dan mensejahterakan sesama makhluk Allah. Islam diturunkan sebagai rahmat bagi semesta alam, artinya keberadaan Islam seharusnya akan memberikan manfaat kepada semua makhluk tidak memandang apakah tumbuhan, hewan, apalagi sesama manusia baik yang beragama Islam maupun bukan.

Dalam ekonomi Islam, ada konsep wakaf produktif yang sebenarnya sudah dicontohkan secara nyata oleh sahabat nabi, Usman bin Affan yang sampai dengan saat ini tetap memberikan manfaat. Wakaf produktif adalah cara bagaimana Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin bekerja, secara ekonomi menghasilkan keuntungan, di mana keuntungannya dipergunakan untuk kesejahteraan semua makhluk. Dalam ekonomi konvensional, pemilik bisnis adalah pemilik modal sedangkan dalam wakaf produktif pemilik bisnis adalah semua umat. Jadi dengan wakaf produktif, bisnis akan menjadi milik masyarakat dan keuntungannya akan menjadi milik masyarakat juga. Sebagai contoh, jika ada 10 juta masyarakat yang berwakaf produktif sebesar 100 ribu perbulan maka akan dana wakaf produktif sebesar 1 trilyun perbulannya. Jika uang tersebut digunakan untuk mengakuisisi bisnis yang memiliki keuntungan minimal 1% perbulan, maka akan ada 10 milyar pada bulan kedua uang yang dapat digunakan untuk kegiatan sosial atau pengembangan ekonomi keumatan. Bayangkan saja jika keuntungan wakaf produktif tersebut diproduktifkan lagi dengan membangun bisnis umkm senilai 10 juta perbisnis maka akan ada minimal sekitar 1000 umkm baru pada bulan kedua tersebut.

Jika skema wakaf produktif di atas berjalan selama 10 tahun saja, maka pada tahun ke-10 kita akan bisa memiliki bisnis wakaf produktif senilai 120 trilyun dan yang paling penting adalah 7,26 juta umkm baru yang dibiayai dari keuntungan bisnis wakaf produktif. Jika setiap umkm dimiliki setiap keluarga dengan 4 anggota keluarga, maka akan ada 29,04 juta jiwa yang bisa diselamatkan dari kemiskinan dalam kurun waktu tsb, itu artinya jumlah rakyat miskin 25,67 juta jiwa berdasarkan data BPS September 2018 dapat dientaskan dalam kurun waktu 10 tahun dengan model wakaf produktif tersebut. Apalagi dengan model tersebut, kita akan benar-benar terlepas ketergantungan terhadap modal asing. Sekarang adalah bagaimana kita merealisasikan hal tersebut, menjadi sebuah model ekonomi Indonesia masa yang akan datang tetap dalam kerangka NKRI dan Islam yang Rahmatan Lil Alamin. Tetapi yang jauh lebih penting adalah setiap wakif akan memiliki amal jariah sepanjang waktu yang digunakan untuk kesejahteraan umat dan Insya Allah negeri ini akan penuh berkah karena di bangun dengan rasa cinta kepada Allah SWT melalui mensejahterakan makhluk ciptaanNya.